Rabu, 08 Agustus 2012

mental pemalas

Haiii pembaca yang manis dan ganteng-ganteng. Uhh.. eike gak kukuh deh liat wajah" deske semua cin~ (entah mengapa akhir" ini hobi banget pake bahasa banci =_=)

Akhir-akhir ini gue selalu memperhatikan hal kecil yang ada di sekitar gue. Ada hal yang membuat gue tertarik dan pengen membahas hal ini dengan penuh cinta. Apaan sih emangnya yang lo liat, del? Itu loh,, pengajaran bagaimana menilai dan memberi kasih yang benar menurut gue. Tapi ini nggak berhubungan sama cinta dalam arti 2 orang berbeda gender loh ya.

Suatu kali, gue sangat rempong di keadaan ikut SP Bahasa Indonesia. Gue suka pelajaran ini karena dosennya juga oke dalam mengajarkan materinya. Membuat mata gue terbuka, selama 20 tahun belajar BI, baru kali ini gue mengerti bahasa Indonesia dengan baik. tsahh... Cuma yang bikin rempong itu adalah saat gue harus pulang ke Bekasi dan berangkat lagi ke Serpong setiap hari minggu sore dan kamis sore. Tapi karena hal ini gue bisa memperhatikan hal terkecil dalam kehidupan masyarakat.

Sebelum gue naik bis, gue biasa tuh nyebrang jalan raya Serpong yang rame, padat dan berpolusi itu. Biasanya sebelum naik jembatan, ada seorang ibu pengemis udah tua gitu. Gue liat dia bawa gendongan plastik isinya mangkok, beberapa kain dan entah apalagi gitu dalam plastik". Gue selalu tersentuh lihat orang yang nggak berdaya gitu. Gue kasih deh beberapa ribu ke ibu-ibu itu tiap kali lewat. Hari" berikutnya, gue lewat lagi disitu dan ada ibu itu. TAPI, sekarang nambah ibu" rada gendut dengan anaknya minta" di deket si oma tua itu. Biasanya, si ibu gendut ini ada di atas, di jembatan penyebrangan. Bukan maksud gue mau membedakan. Tapi, gue lihat ibu ini masi sehat. Bisa aja dia kerja jadi buruh atau pembantu rumah tangga. Bahkan gue nggak lihat gendongan dia itu berisi macem" kayak si oma itu. Dalam otak gue, si oma hidup berpindah-pindah karena nggak punya rumah. Sedangkan si ibu itu pasti punya rumah. Lalu HAL PALING NYEBELIN adalah kenapa dia pake bawa anaknya ikut mengemis. Gue sebel sih sama orang yang punya mental minta-minta. Harusnya kalo emang dia peduli anak, ya anaknya suruh sekolah aja. Ada sekolah gratis kok buat anak SD. Gue nggak cuma berkoar mulut doang, jujur aja adik sepupu gue belajar di sekolah gratis karena ortunya kurang mampu. Gue emang nggak merasakan penderitaannya. Tapi mata gue nggak kurang jelas buat membedakan antara benar" tidak sanggup bekerja dan orang yang malas bekerja. Gue bukannya pilih-pilih kasih, tapi gue memilah kasih gue untuk orang yang bener-bener layak untuk menerima kasih itu.

Mungkin postingan gue ini seolah sombong dalam melihat kesulitan masyarakat kecil. Seolah gue nggak mau mendengar argumen yang mungkin aja bisa dikeluarkan. Tapi gue nggak kurang pandai untuk mengerti dan memahami secara kasat mata, mana yang benar-benar layak untuk mendapatkan kasih secara materi dan mana yang harusnya sadar untuk tidak mengemis kasih secara materi.

Semoga semakin lama, masyarakat Indonesia jauh dari mental pemalas dan tidak lagi selalu punya pikiran untuk hanya bergantung pada orang lain. Mau berusaha untuk sukses karena hasil keringat sendiri.


Salam,

Kacang Goreng